Source: http://www.amronbadriza.com/2012/10/cara-membuat-anti-copy-paste-di-blog.html#ixzz2FTRb0UOK
SILAHKAN DI BACA JANGAN JADI PLAGIAT OKE :) SILAHKAN DI SHARE LINKNYA :)

Selasa, 27 November 2012

Kakak Kelas (Part III)


     Musim hujan bulan November membuatku rindu sosok laki-laki dalam hidupku, namun aku harus membuang jauh-jauh pikiran itu, karena aku percaya dialah satu-satunya;Kiki.
     6 bulan aku melewati masa kelas 3 SMA,  6 bulan juga Kak Kiki pergi meninggalkanku, kadang-kadang aku merindukannya tapi ya begitulah, aku harap waktu 4 tahun cukup untuknya disana, dia berjanji padaku kalau dia akan pulang 4 tahun kemudian, semoga saja bukan dusta.

      Aku berangkat sekolah dengan semangat baru, aku rasa aku harus belajar lebih giat agar suatu saat nanti ketika aku dan Kak Kiki bertemu, kita sama-sama berhasil menjadi orang.
     “Ta, kata Pak Muhta sekarang kita nggak belajar” kata Tisa teman kelasku sesampaiku di ruang kelas.
     “Ah, masak sih?”
     “Iya, katanya sih ada stasiun TV swasta yang bakalan shooting di sekolah kita.”
     “Ah, nggak asik banget sih, giliran aku semangat  belajar malah ada aja halangan.”
     “Eh, liat tuh kayaknya para kru TV-nya udah datang.” ujar Tisa sembari menunjuk ke arah luar tepatnya ke lapangan sekolah melalui jendela ruang kelas. Aku melihat banyak sekali crue, itu kelihatan seperti acara music, sebab aku lihat bass, gitar, keyboard, drum diturunkan dari mobil mereka. Awalnya aku malas menonton acara itu tapi karena yang tampil itu band teman-temanku, aku tak seharusnya egois. Aku berjalan keluar kelas menuju lapangan ketika acara itu dimulai.
     Laki-laki bertubuh sedang alias tidak terlalu tinggi dan tidak juga di kategorikan pendek, berkulit hitam namun memiliki senyum yang menggetarkan hati, warna bibir merah jambunya membuatku melayang, iya dia laki-laki pemilik senyuman itu adalah salah satu crue stasiun TV swasta yang datang kesekolahku, astaga kenapa aku melamun. Aku mengikuti acara itu dengan hikmat, band-band yang tampil keren-keren. Namun aku tidak menonton acara itu sampai selesai karena tidak ada intermeso yang menarik disana, lama-lama aku bosan, dan kebetulan saat itu kita para siswa dan siswi di izinkan pulang. Aku mengambil tasku, dan aku melewati belakang cameramen karena depannya nggak ada ruang, dipenuhi artis-artis sekolahku. Mungkin karena aku menunduk dan bodoh tak memerhatikan, seorang cameramen menabrakku , galabah sekali aku, dia bahkan tidak meminta maaf, uhhh. Aku terus saja berjalan.”Kita break dulu” kudengar suara seorang sutradara mengatur. Tapi aku tak memperdulikannya, kakiku keseleo, pincang deh.
     “Kamu nggak apa-apa?” Tanya seseorang di belakangku di tengah-tengah perjalananku.
     “Liat aja sen.,” aku membungkam, ketika berbalik hala, aku tak bisa melanjutkan  kekesalanku, karena apa yang aku lihat, laki-laki pemilik bibir merah jambu itu menanyakan keadaanku.
     “Maaf ya, tadi aku nggak lihat kamu, aku juga nggak sempet minta maaf, sorry ya karena aku nggak mungkin ninggalin kamera di acara live.” ucapnya merengek.
     “Oh ya ya, nggak apa-apa kok”
     “Ayo aku antar kamu pulang, keliatannya kakimu sakit”
     “Oh, nggak usah hanya luka kecil, kamu juga kan harus ngelanjutin acara”
     “Iya juga sih” aku hanya tersenyum padanya dan pergi.”Tunggu” dia menghentikan langkahku.”Begini saja, karena aku merasa sangat bersalah,izinkan aku membiayayi pengobatanmu,boleh ya?” 
     “Tidak usah, ini hanya sementara, besok juga sembuh” balasku dengan senyum simpul.
     “Ayolah, aku hanya ingin bertanggung jawab,please…” aku memikirkan perkataannya, dia menyuguhkan tampang merengek ingin dikasihani.
     “Baiklah”
     “Besok kan hari minggu, so aku bisa kerumahmu, mana alamat rumahmu” aku menyebutkan alamat rumahku, dan dia menulis di kertas kecil miliknya.
     “Oh ya Namaku Niko” dia menyodorkan tangan.
     “Aku Cinta”
     “Nama yang lucu” dia tertawa kecil.”Ya sudah aku kembali bekeja, sampai jumpa besok.” Dia melambaikan tangan.
Sebenarnya aku tak pernah berharap dia akan tahu rumahku, apalagi besok dia akan kerumahku, bagaimana ini padahal aku hanya tertarik dengan senyuman merah jambunya, bukan dirinya, apa yang harus aku lakukan?
                                                        ***
     Hari minggu yang cerah, jam menunjukkan pukul 10 pagi, aku sedang menonton kartun favoritku Spongebob.
     “Sayang, ada yang mencarimu?” kata Mamaku. Siapa yang mencariku masih pagi.
     “Siapa sih Ma?” jawabku ke Mama.
     “Lihat saja sana di depan.”
Aku pergi melihat tamu itu.
     “Kamu?” aku kaget sekali, Niko dengan penampilannya yang nggak biasa , baju yang dikenakannya bukan baju kerjannya, wahh…
     “Hei kamu bengong?” dia mengagetkanku.
     “Nggak kok, silahkan duduk!”
     “Iya, terimakasih.” Dia duduk di sofa milikku.
     “Aku ambilkan minum dulu ya.” Tawarku sembari memberi senyum dan berbalik.
     “Eh tunggu” dia menarik tanganku, tapi aku tidak terjatuh.”Nggak usah repot-repot kita langsung pergi aja yuk!” ajaknya.
     “Lepaskan tanganku!” aku berdiri menghadapnya.”Kemana?”
     “Ya kerumah sakitlah”
     “Aku sudah sembuh” ucapku dengan suara lirih. Dia menendang kakiku.”Aw…sakit, apa yang kamu lakukan?”
     “Itu buktinya, cepat ganti baju kita pergi sekarang juga.” Aku tidak memiliki alasan lagi untuk menolaknya, aku mengganti pakaianku dan dibawalah aku kerumah sakit, kakiku di periksa, aku hanya di berikan obat cair untuk mengobati lukaku, sebenarnya kata dokter lukaku tidak terlalu parah, hanya perlu menunggu beberapa hari, tapi kenapa dia ingin sekali membawaku kesini?
     “Tunggulah 2 atau 3 hari luka di kakimu pasti mengering” ujar Bu Dokter yang memeriksaku.
     “Baik Dok, terimaksih.”
Aku dan Niko pergi meninggalkan rumah sakit. Diatas motor maticnya, aku merasa kurang nyaman, sepertinya aku akan di bawa ke suatu tempat. Di tengah perjalanan Niko menanyaiku tentang keluargaku dan sekolahku, aku terkejut sekali ketika dia menanyakan tentang pacarku. Aku  hanya termangu ketika dia menanyakan tentang pacarku.
     “Kok kamu diam?” Tanyanya.
     “Tidak apa-apa, memangnya kita mau kemana, ini bukan jalan menuju rumahku?” Aku sengaja mengalihkan pembicaraan.
     “Aku lapar, di sebelah sana Restoran favoritku, temani aku sebentar saja, setelah itu aku akan mengantarmu pulang.” Katanya menunjuk kearah pinggir jalan. Aku hanya diam sambil membalas SMS Mamaku yang menanyakan kapan aku pulang. Aku tak memperhatikan jalan yang dilalui Niko, sampai kulihat tertulis “Restoran Melati” inikan Restoran yang sering di kunjungi Kak Kiki, ini Restoran favoritnya Kak Kiki juga, astaga.
     “Hei, kok kamu masih disana? Ayo masuk!” ucap Niko kepadaku yang masih duduk di jok motor miliknya.
     “Iya yah.” Aku masuk, kucium suasana bersama Kak Kiki dulu, mengharukan.
     “Silahkan duduk!” dia menarik kursi untukku, persis seperti apa yang biasa Kak Kiki lakukan. Dia memesan makanan, dia menyuruhku memesan tapi aku hanya memesan jus, karena aku nggak akan nafsu kalau otakku masih tertempel nama Kiki. Niko makan cepat sekali, nampaknya dia lapar sekali, dia sama sepertiku.
     “Ayo pulang!” ajaknya selesai dia makan, saking laparnya dia tak pernah mengajakku bicara tadi di dalam Restoran, dasar rakus, ucapku membatin.
     “Siapa yang rakus?” Eh dia mendengarkan kata hatiku, tidak mungkin.
     “Yaa…oh itu” ucapku sedikit gemetar.
     “Aku bercanda kok, biasanya orang-orang yang melihatku makan pasti dia mengatakanku rakus, tapi kamu nggak” syukur, dia tidak benar-benar bisa membaca isi hatiku, bodoh sekali padahal aku juga mengatakannya rakus, tapi nggak sampai keucap.
     “Ayo naik!” dia menyuruhku naik ke motornya. Diperjalanan aku tak banyak bicara, sesampaiku dirumah aku mengucap terimaksih dan aku langsung turun, tapi dia menarik tanganku lagi, maunya apa sih sebenarnya?
     “Cinta”
     “Apa sih, aku mau masuk, lepas?!” dia melepaskan lingkaran tangannya di pergelangan tanganku.
     “Boleh tidak aku bertemu kamu lagi lain kali?”
     “Urusan kita kan sudah selesai, kamu tak punya hutang lagi, untuk apa kita bertemu?”
     “Aku ingin menjadi temanmu”
     “Kamu sudah dewasa, usiamu berapa?”
     “21”
     “Tu kan, mana pantas kamu berteman dengan remaja 17 tahun sepertiku, ya tidak akan sejalan”
     “Aku akan buktikan kalau kita tidak akan salah sambung, oke?” dia tersenyum lebar.
     “Dasar keras kepala, baiklah aku mau istirahat.” Aku tersenyum padanya, dan melangkah kedalam rumah.
                                ***
     Aku hanya duduk di kursi belakang rumahku, memandangi langit kerinduan, sungguh aku sangat merindukan masa saat aku dan Kak Kiki mengukir cinta.
     “Sayang, kamu sudah belajar?” tiba-tiba Mama memanggilku.
     “Sudah Ma…” sahutku.
     “Kesini sebentar!” aku berjalan keruang tengah, posisi Mamaku.
     “Ada apa Ma?”
     “Siapa nama cowok yang mencarimu tadi pagi? Darimana dia?”
     “Namanya Niko, memangnya kenapa Ma?” belum sempat aku mendengar jawaban Mama, handphone-ku berdering, pertanda ada telepon. Pikiranku mulai terarah ke Kak Kiki. Kulihat nomor yang muncul di HP-ku, tak ada nama.
     “Hallo, siapa ini?” sapaku.
     “Kakimu sudah baikan?” jawab orang asing itu.
     “Kamu siapa?”
     “Niko” Niko? darimana dia mengetahui nomor pribadiku.”Kamu suka sekali diam ya?” lanjutnya.
     “Siapa yang memberitahumu nomorku?’’
     “Mamamu” aku memandang kearah Mama melototinya, dan dia hanya tersenyum girang, aku menutup telepon.
     “Mama, ahh kenapa?”
     “Keliahatannya dia orang baik”
     “Tapi kan ma.,”
     “Ya sudahlah jalani saja, buat apa kamu masih mengharapkan Kiki, mungkin dia sudah menemukan wanita lain” kata Mama memotonng pembicaraan.
     “Kak Kiki berjanji akan kembali” aku cukup tersinggung dengan perkataan Mama, akupun berlari dan membuang diriku diatas kasur dan air matapun mulai keluar.

                                                           ***
     Bulan Februari tiba, dimana persiapan Ujian Nasional aku prioritaskan. Bulan ini adalah bulan dimana aku pertama menginjak planet ini, mungkin perayaan hari jadiku tidak akan semeriah dulu. Aku berharap walaupun Kak Kiki berada jauh dariku, dia masih tetap mengirimiku E-mail, setidaknya hanya mengucapkan selamat ulang tahun.
     Kupandangi langit merah di sore hari, matahari mulai menenggelamkan diri, berharap besok memang benar-benar menjadi hari yang bahagia, dengan genapnya umurku 17 tahun, aku bisa berpikir lebih dewasa. Kupandangi layar laptop-ku di atas tempat tidur, namun tak ada inbox di E-mail, sejenak aku mengeluarkan air mata, apa dia benar lupa?
     “Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday for Cinta, happy birthday to youuuuu.,”
     “Bagaimana kau bisa disini?” ujarku kepada Niko yang tiba-tiba masuk ke kamarku membawa kue dan tentunya lilin kecil.
     “Ayo sekarang kamu menjadi putri, tiup lilinnya, jangan lupa make a wish dulu!” tanpa  berpikir panjang akupun menurutinya. Aku sangat terharu, ini sangat menyedihkan orang yang tidak aku harapkan malah membuat surprise, dan sebaliknya orang yang aku harapkan malah tak ada kabar, apa artinya ini? “Kamu menangis lagi ya?”
     “Ahhh, kamu ini, siapa yang memberitahumu hari jadiku hah?”
     “Ya, siapa yang melahirkanmu ke dunia ini?”
     “Mama?!”
     “Hmmm, potong kuenya dulu ya tuan putri” akupun menurutinya, aku menikmati malam itu, Ayahku, Mamaku, Adikku, semuanya ada disana, aku sungguh bahagia. Kita mandi kue bersama-sama, mengotori diri istilahnya, menyenangkan sekali.
     “Hei, ini sudah jam 11 kamu pulang sana?” ucapku pada Niko selesai kita berpesta, tak sadar lama sekali Niko bersamaku dan keluargaku.
     “Iya aku akan pulang, antar aku sampai depan ya?”
     “Kamu sendiri saja” ucapku menolak.
     “Antar saja!” sahut Mama. Hmm… kalau Mama yang bicara aku nggak bisa nolak. Akupun mengantarnya sampai depan gerbang rumahku.
     “Kamu hati-hati dijalan, aku masuk” ujarku.
     “Tunggu,jangan masuk dulu, ada sesuatu untukmu, tunggu sebentar” akupun menunggunya, sementara dia mengambil sesuatu di dalam jok motornya.
     “Ini untukmu” dia memberiku benda berbentuk persegi, iya benar kado. “Jangan membukanya sekarang, kau boleh membukanya setelah aku pergi dan bukalah di kamarmu!”
     “Memangnya kenapa?”
     “Hm, biar aku nggak dikatakan sombong, itu hadiah mahal looo…” bisiknya.
     “Huh, dasar itu saja sudah menunjukkan keangkuhan” aku menghela nafas. “Sudahlah pulang sana!”
     “Baiklah tuan putri, sampai jumpa” diapun pergi, aku penasaran dengan isi kadonya. Akupun membukanya di kamarku. Isinya hanya sepucuk surat yang isinya
“Cinta, ini adalah hadiah ulang tahunmu, pesanku jadilah yang terbaik di hari ini.
Cinta, pasti kamu mengira aku hanya membual karena tak ada hadiah yang kau temukan, jadi keluarlah dari situ, pergilah keruang tamu, dibelakang sofa, aku meletakkan sesuatu untukmu…” aku bergegas turun dan mencarinya, aku menemukan box kecil merah, isinya sebuah cincin yang sangat indah. Aku melanjutkan membaca suratnya
“…jika kamu telah menemukannya, dengarlah perkataanku. Aku bukanlah orang yang pantas memberikan ini untukkmu, karena aku bukanlah siapa-siapa bagimu, namun jika sekarang setelah aku dekat dan mengenalmu selama 2 bulan, masihkah kau menganggap aku ini bukan siapa-siapa? Aku ingin menjadi temanmu, teman yang sangat dekat denganmu, terimalah pemberianku ini jika kau menyukaiku dan buanglah jauh-jauh cincin ini jika kau tak menyukaiku. Maaf Cinta aku telah jatuh cinta.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar