Musim hujan bulan
November membuatku rindu sosok laki-laki dalam hidupku, namun aku harus
membuang jauh-jauh pikiran itu, karena aku percaya dialah satu-satunya;Kiki.
6 bulan aku
melewati masa kelas 3 SMA, 6 bulan juga
Kak Kiki pergi meninggalkanku, kadang-kadang aku merindukannya tapi ya
begitulah, aku harap waktu 4 tahun cukup untuknya disana, dia berjanji padaku
kalau dia akan pulang 4 tahun kemudian, semoga saja bukan dusta.
Aku berangkat sekolah dengan semangat baru,
aku rasa aku harus belajar lebih giat agar suatu saat nanti ketika aku dan Kak
Kiki bertemu, kita sama-sama berhasil menjadi orang.
“Ta, kata Pak Muhta
sekarang kita nggak belajar” kata Tisa teman kelasku sesampaiku di ruang kelas.
“Ah, masak sih?”
“Iya, katanya sih
ada stasiun TV swasta yang bakalan shooting di sekolah kita.”
“Ah, nggak asik
banget sih, giliran aku semangat belajar
malah ada aja halangan.”
“Eh, liat tuh
kayaknya para kru TV-nya udah datang.” ujar Tisa sembari menunjuk ke arah luar
tepatnya ke lapangan sekolah melalui jendela ruang kelas. Aku melihat banyak
sekali crue, itu kelihatan seperti acara music, sebab aku lihat bass, gitar,
keyboard, drum diturunkan dari mobil mereka. Awalnya aku malas menonton acara
itu tapi karena yang tampil itu band teman-temanku, aku tak seharusnya egois.
Aku berjalan keluar kelas menuju lapangan ketika acara itu dimulai.
Laki-laki bertubuh
sedang alias tidak terlalu tinggi dan tidak juga di kategorikan pendek,
berkulit hitam namun memiliki senyum yang menggetarkan hati, warna bibir merah
jambunya membuatku melayang, iya dia laki-laki pemilik senyuman itu adalah
salah satu crue stasiun TV swasta yang datang kesekolahku, astaga kenapa aku
melamun. Aku mengikuti acara itu dengan hikmat, band-band yang tampil
keren-keren. Namun aku tidak menonton acara itu sampai selesai karena tidak ada
intermeso yang menarik disana, lama-lama aku bosan, dan kebetulan saat itu kita
para siswa dan siswi di izinkan pulang. Aku mengambil tasku, dan aku melewati
belakang cameramen karena depannya nggak ada ruang, dipenuhi artis-artis
sekolahku. Mungkin karena aku menunduk dan bodoh tak memerhatikan, seorang
cameramen menabrakku , galabah sekali aku, dia bahkan tidak meminta maaf, uhhh.
Aku terus saja berjalan.”Kita break dulu” kudengar suara seorang sutradara
mengatur. Tapi aku tak memperdulikannya, kakiku keseleo, pincang deh.
“Kamu nggak
apa-apa?” Tanya seseorang di belakangku di tengah-tengah perjalananku.
“Liat aja sen.,” aku
membungkam, ketika berbalik hala, aku tak bisa melanjutkan kekesalanku, karena apa yang aku lihat,
laki-laki pemilik bibir merah jambu itu menanyakan keadaanku.
“Maaf ya, tadi aku
nggak lihat kamu, aku juga nggak sempet minta maaf, sorry ya karena aku nggak
mungkin ninggalin kamera di acara live.” ucapnya merengek.
“Oh ya ya, nggak
apa-apa kok”
“Ayo aku antar kamu
pulang, keliatannya kakimu sakit”
“Oh, nggak usah hanya
luka kecil, kamu juga kan harus ngelanjutin acara”
“Iya juga sih” aku
hanya tersenyum padanya dan pergi.”Tunggu” dia menghentikan langkahku.”Begini
saja, karena aku merasa sangat bersalah,izinkan aku membiayayi
pengobatanmu,boleh ya?”
“Tidak usah, ini
hanya sementara, besok juga sembuh” balasku dengan senyum simpul.
“Ayolah, aku hanya
ingin bertanggung jawab,please…” aku memikirkan perkataannya, dia menyuguhkan
tampang merengek ingin dikasihani.
“Baiklah”
“Besok kan hari minggu,
so aku bisa kerumahmu, mana alamat rumahmu” aku menyebutkan alamat rumahku, dan
dia menulis di kertas kecil miliknya.
“Oh ya Namaku Niko”
dia menyodorkan tangan.
“Aku Cinta”
“Nama yang lucu”
dia tertawa kecil.”Ya sudah aku kembali bekeja, sampai jumpa besok.” Dia
melambaikan tangan.
Sebenarnya aku tak pernah berharap dia akan tahu rumahku,
apalagi besok dia akan kerumahku, bagaimana ini padahal aku hanya tertarik
dengan senyuman merah jambunya, bukan dirinya, apa yang harus aku lakukan?
***
Hari minggu yang
cerah, jam menunjukkan pukul 10 pagi, aku sedang menonton kartun favoritku
Spongebob.
“Sayang, ada yang mencarimu?”
kata Mamaku. Siapa yang mencariku masih pagi.
“Siapa sih Ma?”
jawabku ke Mama.
“Lihat saja sana di
depan.”
Aku pergi melihat tamu itu.
“Kamu?” aku kaget
sekali, Niko dengan penampilannya yang nggak biasa , baju yang dikenakannya
bukan baju kerjannya, wahh…
“Hei kamu bengong?”
dia mengagetkanku.
“Nggak kok,
silahkan duduk!”
“Iya, terimakasih.” Dia duduk di sofa
milikku.
“Aku ambilkan minum
dulu ya.” Tawarku sembari memberi senyum dan berbalik.
“Eh tunggu” dia
menarik tanganku, tapi aku tidak terjatuh.”Nggak usah repot-repot kita langsung
pergi aja yuk!” ajaknya.
“Lepaskan
tanganku!” aku berdiri menghadapnya.”Kemana?”
“Ya kerumah
sakitlah”
“Aku sudah sembuh”
ucapku dengan suara lirih. Dia menendang kakiku.”Aw…sakit, apa yang kamu
lakukan?”
“Itu buktinya,
cepat ganti baju kita pergi sekarang juga.” Aku tidak memiliki alasan lagi
untuk menolaknya, aku mengganti pakaianku dan dibawalah aku kerumah sakit,
kakiku di periksa, aku hanya di berikan obat cair untuk mengobati lukaku,
sebenarnya kata dokter lukaku tidak terlalu parah, hanya perlu menunggu beberapa
hari, tapi kenapa dia ingin sekali membawaku kesini?
“Tunggulah 2 atau 3
hari luka di kakimu pasti mengering” ujar Bu Dokter yang memeriksaku.
“Baik Dok,
terimaksih.”
Aku dan Niko pergi meninggalkan rumah sakit. Diatas motor
maticnya, aku merasa kurang nyaman, sepertinya aku akan di bawa ke suatu
tempat. Di tengah perjalanan Niko menanyaiku tentang keluargaku dan sekolahku,
aku terkejut sekali ketika dia menanyakan tentang pacarku. Aku hanya termangu ketika dia menanyakan tentang
pacarku.
“Kok kamu diam?”
Tanyanya.
“Tidak apa-apa,
memangnya kita mau kemana, ini bukan jalan menuju rumahku?” Aku sengaja
mengalihkan pembicaraan.
“Aku lapar, di
sebelah sana Restoran favoritku, temani aku sebentar saja, setelah itu aku akan
mengantarmu pulang.” Katanya menunjuk kearah pinggir jalan. Aku hanya diam
sambil membalas SMS Mamaku yang menanyakan kapan aku pulang. Aku tak
memperhatikan jalan yang dilalui Niko, sampai kulihat tertulis “Restoran
Melati” inikan Restoran yang sering di kunjungi Kak Kiki, ini Restoran
favoritnya Kak Kiki juga, astaga.
“Hei, kok kamu
masih disana? Ayo masuk!” ucap Niko kepadaku yang masih duduk di jok motor
miliknya.
“Iya yah.” Aku
masuk, kucium suasana bersama Kak Kiki dulu, mengharukan.
“Silahkan duduk!”
dia menarik kursi untukku, persis seperti apa yang biasa Kak Kiki lakukan. Dia
memesan makanan, dia menyuruhku memesan tapi aku hanya memesan jus, karena aku
nggak akan nafsu kalau otakku masih tertempel nama Kiki. Niko makan cepat
sekali, nampaknya dia lapar sekali, dia sama sepertiku.
“Ayo pulang!”
ajaknya selesai dia makan, saking laparnya dia tak pernah mengajakku bicara
tadi di dalam Restoran, dasar rakus, ucapku membatin.
“Siapa yang rakus?”
Eh dia mendengarkan kata hatiku, tidak mungkin.
“Yaa…oh itu” ucapku
sedikit gemetar.
“Aku bercanda kok,
biasanya orang-orang yang melihatku makan pasti dia mengatakanku rakus, tapi
kamu nggak” syukur, dia tidak benar-benar bisa membaca isi hatiku, bodoh sekali
padahal aku juga mengatakannya rakus, tapi nggak sampai keucap.
“Ayo naik!” dia
menyuruhku naik ke motornya. Diperjalanan aku tak banyak bicara, sesampaiku
dirumah aku mengucap terimaksih dan aku langsung turun, tapi dia menarik
tanganku lagi, maunya apa sih sebenarnya?
“Cinta”
“Apa sih, aku mau
masuk, lepas?!” dia melepaskan lingkaran tangannya di pergelangan tanganku.
“Boleh tidak aku
bertemu kamu lagi lain kali?”
“Urusan kita kan
sudah selesai, kamu tak punya hutang lagi, untuk apa kita bertemu?”
“Aku ingin menjadi
temanmu”
“Kamu sudah dewasa,
usiamu berapa?”
“21”
“Tu kan, mana
pantas kamu berteman dengan remaja 17 tahun sepertiku, ya tidak akan sejalan”
“Aku akan buktikan kalau
kita tidak akan salah sambung, oke?” dia tersenyum lebar.
“Dasar keras
kepala, baiklah aku mau istirahat.” Aku tersenyum padanya, dan melangkah
kedalam rumah.
***
Aku hanya duduk di
kursi belakang rumahku, memandangi langit kerinduan, sungguh aku sangat
merindukan masa saat aku dan Kak Kiki mengukir cinta.
“Sayang, kamu sudah
belajar?” tiba-tiba Mama memanggilku.
“Sudah Ma…”
sahutku.
“Kesini sebentar!”
aku berjalan keruang tengah, posisi Mamaku.
“Ada apa Ma?”
“Siapa nama cowok
yang mencarimu tadi pagi? Darimana dia?”
“Namanya Niko,
memangnya kenapa Ma?” belum sempat aku mendengar jawaban Mama, handphone-ku
berdering, pertanda ada telepon. Pikiranku mulai terarah ke Kak Kiki. Kulihat
nomor yang muncul di HP-ku, tak ada nama.
“Hallo, siapa ini?”
sapaku.
“Kakimu sudah
baikan?” jawab orang asing itu.
“Kamu siapa?”
“Niko” Niko?
darimana dia mengetahui nomor pribadiku.”Kamu suka sekali diam ya?” lanjutnya.
“Siapa yang
memberitahumu nomorku?’’
“Mamamu” aku
memandang kearah Mama melototinya, dan dia hanya tersenyum girang, aku menutup
telepon.
“Mama, ahh kenapa?”
“Keliahatannya dia
orang baik”
“Tapi kan ma.,”
“Ya sudahlah jalani
saja, buat apa kamu masih mengharapkan Kiki, mungkin dia sudah menemukan wanita
lain” kata Mama memotonng pembicaraan.
“Kak Kiki berjanji
akan kembali” aku cukup tersinggung dengan perkataan Mama, akupun berlari dan membuang
diriku diatas kasur dan air matapun mulai keluar.
***
Bulan Februari
tiba, dimana persiapan Ujian Nasional aku prioritaskan. Bulan ini adalah bulan
dimana aku pertama menginjak planet ini, mungkin perayaan hari jadiku tidak akan
semeriah dulu. Aku berharap walaupun Kak Kiki berada jauh dariku, dia masih
tetap mengirimiku E-mail, setidaknya hanya mengucapkan selamat ulang tahun.
Kupandangi langit
merah di sore hari, matahari mulai menenggelamkan diri, berharap besok memang benar-benar
menjadi hari yang bahagia, dengan genapnya umurku 17 tahun, aku bisa berpikir
lebih dewasa. Kupandangi layar laptop-ku di atas tempat tidur, namun tak ada
inbox di E-mail, sejenak aku mengeluarkan air mata, apa dia benar lupa?
“Happy birthday to
you, happy birthday to you, happy birthday for Cinta, happy birthday to
youuuuu.,”
“Bagaimana kau bisa
disini?” ujarku kepada Niko yang tiba-tiba masuk ke kamarku membawa kue dan
tentunya lilin kecil.
“Ayo sekarang kamu
menjadi putri, tiup lilinnya, jangan lupa make a wish dulu!” tanpa berpikir panjang akupun menurutinya. Aku
sangat terharu, ini sangat menyedihkan orang yang tidak aku harapkan malah
membuat surprise, dan sebaliknya orang yang aku harapkan malah tak ada kabar,
apa artinya ini? “Kamu menangis lagi ya?”
“Ahhh, kamu ini,
siapa yang memberitahumu hari jadiku hah?”
“Ya, siapa yang
melahirkanmu ke dunia ini?”
“Mama?!”
“Hmmm, potong
kuenya dulu ya tuan putri” akupun menurutinya, aku menikmati malam itu, Ayahku,
Mamaku, Adikku, semuanya ada disana, aku sungguh bahagia. Kita mandi kue
bersama-sama, mengotori diri istilahnya, menyenangkan sekali.
“Hei, ini sudah jam
11 kamu pulang sana?” ucapku pada Niko selesai kita berpesta, tak sadar lama
sekali Niko bersamaku dan keluargaku.
“Iya aku akan
pulang, antar aku sampai depan ya?”
“Kamu sendiri saja”
ucapku menolak.
“Antar saja!” sahut
Mama. Hmm… kalau Mama yang bicara aku nggak bisa nolak. Akupun mengantarnya
sampai depan gerbang rumahku.
“Kamu hati-hati
dijalan, aku masuk” ujarku.
“Tunggu,jangan
masuk dulu, ada sesuatu untukmu, tunggu sebentar” akupun menunggunya, sementara
dia mengambil sesuatu di dalam jok motornya.
“Ini untukmu” dia memberiku benda berbentuk
persegi, iya benar kado. “Jangan membukanya sekarang, kau boleh membukanya
setelah aku pergi dan bukalah di kamarmu!”
“Memangnya kenapa?”
“Hm, biar aku nggak
dikatakan sombong, itu hadiah mahal looo…” bisiknya.
“Huh, dasar itu
saja sudah menunjukkan keangkuhan” aku menghela nafas. “Sudahlah pulang sana!”
“Baiklah tuan
putri, sampai jumpa” diapun pergi, aku penasaran dengan isi kadonya. Akupun
membukanya di kamarku. Isinya hanya sepucuk surat yang isinya
“Cinta, ini adalah hadiah ulang tahunmu, pesanku jadilah yang
terbaik di hari ini.
Cinta, pasti kamu mengira aku hanya membual karena tak ada
hadiah yang kau temukan, jadi keluarlah dari situ, pergilah keruang tamu,
dibelakang sofa, aku meletakkan sesuatu untukmu…” aku bergegas turun dan
mencarinya, aku menemukan box kecil merah, isinya sebuah cincin yang sangat
indah. Aku melanjutkan membaca suratnya
“…jika kamu telah menemukannya, dengarlah perkataanku. Aku
bukanlah orang yang pantas memberikan ini untukkmu, karena aku bukanlah
siapa-siapa bagimu, namun jika sekarang setelah aku dekat dan mengenalmu selama
2 bulan, masihkah kau menganggap aku ini bukan siapa-siapa? Aku ingin menjadi
temanmu, teman yang sangat dekat denganmu, terimalah pemberianku ini jika kau
menyukaiku dan buanglah jauh-jauh cincin ini jika kau tak menyukaiku. Maaf
Cinta aku telah jatuh cinta.”